Dalam peresmian Masjid Demak, Sunan
Kalijaga mengusulkan agar dibuka dengan pertunjukan
wayang kulit yang pada waktu itu bentuknya masih
wayang beber yaitu gambar manusia yang dibeber pada
sebuah kulit binatang.
Usul Sunan Kalijaga ditolak oleh Sunan Giri, karena
wayang yang bergambar manusia itu haram hukumnya
dalam ajaran Islam, demikian menurut Sunan Giri.
Jika Sunan Kalijaga mengusulkan peresmian Masjid
Demak itu dengan membuka pagelaran wayang kulit,
kemudian diadakan dakwah dan rakyat berkumpul boleh
masuk setelah mengucapkan syahadat, maka Sunan Giri
mengusulkan agar masjid Demak diresmikan pada saat
hari Jum'at sembari melaksanakan shalat jamaah Jum'at.
Sunan Kalijaga yang berjiwa besar kemudian mengadakan
kompromi dengan Sunan Giri. Sebelumnya Sunan Kalijaga
telah merubah bentuk wayang kulit sehingga gambarannya
tidak bisa disebut sebagai gambar manusia lagi,
lebih mirip karikatur seperti bentuk wayang yang
ada sekarang ini.
Sunan Kalijaga membawa wayang kreasinya itu dihadapan
sidang para Wali. Karena tak bisa disebut sebagai
gambar manusia maka pada akhirnya Sunan Giri menyetujui
wayang kulit itu digunakan sebagai media dakwah.
Perubahan bentuk wayang kulit itu adalah dikarenakan
sanggahan Sunan Giri. Karena itu, Sunan Kalijaga
memberi tanda khusus pada momentum penting itu.
Pemimpin para Dewa dalam pewayangan oleh Sunan Kalijaga
penting itu. Pemimpin para dewa dalam pewayangan
oleh Sunan Kalijaga dinamakan Sang Hyang Girinata,
yang arti sebenarnya adalah Sunan Giri yang menata.
Maka perdebatan tentang peresmian Masjid Demak bisa
diatasi. Peresmian itu akan diawali dengan shalat
Jum'at, kemudian diteruskan dengan pertunjukkan
wayang kulit yang dimainkan oleh Ki Dalang Sunan
Kalijaga.
Jasanya yang terbesar tentu saja perjuangannya dalam
menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa bahkan ke
Nusantara, baik dilakukannya sendiri sewaktu masih
muda sambil berdagang ataupun melalui murid-muridnya
yang ditugaskan ke luar pulau.
Beliau pernah menjadi hakim dalam perkara pengadilan
Syekh Siti Jenar, seorang Wali yang dianggap murtad
karena menyebarkan Faham Pantheisme dan meremehkan
syariat Islam yang disebarkan para Wali lainnya.
Dengan demikian Sunan Giri ikut menghambat tersebarnya
aliran yang bertentangan dengan Faham Ahlussunnah
wal jama'ah.
Keteguhannya dalam menyiarkan agama Islam secara
murni dan konsekwen membawa dampak positif bagi
generasi Islam berikutnya. Islam yang disiarkannya
adalah Islam sesuai ajaran Nabi, tanpa dicampuri
kepercayaan atau adat istiadat lama.
Di bidang kesenian beliau juga berjasa besar, karena
beliaulah yang pertama kali menciptakan Asmaradana
dan Pucung, beliau pula yang menciptakan tembang
dan tembang dolanan anak-anak yang bernafas Islam
antara lain : Jamuran, cublak-ublak Suweng, Jithungan
dan Delikan.
Diantara permainan anak-anak yang dicintainya ialah
sebagai berikut: Diantara anak-anak yang bermain
ada yang menjadi pemburu, dan yang lainnya menjadi
obyek buruan. Mereka akan selamat dari kejaran pemburu
bila telah berpegangan pada tonggal atau batang
pohon yang telah ditentukan lebih dahulu. Inilah
permainan yang disebut Jelungan. Arti permainan
tersebut adalah seseorang yang sudah berpegang teguh
kepada agama Islam Tauhid maka ia akan selamat dari
ajakan setan atau iblis yang dilambangkan sebagai
pemburu.
Sembari melakukan permainan yang disebut jelungan
itu biasanya anak-anak akan menyanyikan lagu Padhang
Bulan :
“Padhang-padhang bulan,
ayo gage dha dolanan,
dolanane na ing latar,
ngalap padhang gilar-gilar,
nundhung begog hangetikar.”
(Malam terang bulan, marilah
lekas bermain, bermain di halaman, mengambil di
halaman, mengambil manfaat benderangnya rembulan,
megusir gelap yang lari terbirit birit).
Maksud lagu dolanan tersebut ialah :
Agama Islam telah datang, maka marilah kita segera
menuntut penghidupan, dimuka bumi ini, untuk mengambil
manfaat dari agama Islam, agar hilang lenyaplah
kebodohan dan kesesatan.
from : http://www.bali-directory.com/education/folks-tale/SunanGiri.asp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar